Mengenal Nama Allah Al-Khabiir
Mengenal nama-nama Allah merupakan salah satu perkara pokok yang dapat menguatkan keimanan dan ketakwaan. Semakin dalam seorang hamba mengenal sifat-sifat Rabb-nya, semakin takut ia bermaksiat, semakin ikhlas ia beramal, dan semakin besar harapannya kepada rahmat Allah. Di antara nama-Nya yang agung adalah Al-Khabīr — Dzat Yang Maha Mengetahui secara mendalam setiap urusan makhluk-Nya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas tiga hal utama: dalil-dalil dari Al-Qur’an yang menyebut nama Al-Khabīr, penjelasan kandungan maknanya menurut para ulama, serta konsekuensi penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap hamba — yaitu kesadaran akan pengawasan Allah, peningkatan takwa dalam setiap keadaan, dan keikhlasan dalam beramal meski tidak dilihat manusia.
Dalil nama Allah “Al-Khabiir”
Nama al-Khabīr disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 45 kali, di antaranya:
Firman Allah Ta‘ala,
ولِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan kepunyaan Allah-lah warisan (segala) yang ada di langit dan di bumi, dan Allah Maha Mengetahui segala yang kamu kerjakan.” (QS. Ali ‘Imran: 180)
Firman-Nya,
عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“(Dialah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui secara mendalam.” (QS. Al-An‘ām: 73)
Firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Fāṭir: 31)
Firman-Nya,
إِنَّ رَبَّهُم بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيرٌ
“Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.” (QS. Al-‘Ādiyāt: 11) [1]
Kandungan makna nama Allah “Al-Khabiir”
Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-Khabiir” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.
Makna bahasa dari “Al-Khabiir”
Kata al-Khabīr ( الخَبير ) adalah bentuk ṣifah musyabbahah (sifat yang menunjukkan makna tetap atau menetap) dari kata kerja khabara – yakhburu ( خَبَرَ – يخبُر ) yang berarti mengetahui. [2]
Ibnu Faris rahimahullah mengatakan,
الْخَاءُ وَالْبَاءُ وَالرَّاءُ أَصْلَانِ: فَالْأَوَّلُ الْعِلْمُ، وَالثَّانِي يَدُلُّ عَلَى لِينٍ وَرَخَاوَةٍ وَغُزْرٍ
“khā’, bā’, dan rā’. Kata ini memiliki dua akar makna: (1) ilmu (pengetahuan); dan (2) kelembutan, keluwesan, dan keluasan.” [3]
Makna “Al-Khabiir” dalam konteks Allah
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah saat menafsirkan firman Allah, ( نَبَّأني العَلِيمُ الخَبير ), beliau mengatakan,
العليم بسرائر عباده؛ وضَمائر قلوبهم، الخبير بأمورهم؛ الذي لا يَخفى عنه شيء
“Yakni, Allah yang Maha Mengetahui rahasia hamba-hamba-Nya dan isi hati mereka, Maha Mengetahui keadaan mereka, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.” [4]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
وَقَوْلُهُ: {مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ} أَيْ: مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْحَكِيمِ فِي أَقْوَالِهِ، وَأَحْكَامِهِ، الْخَبِيرِ بِعَوَاقِبِ الْأُمُورِ
“Firman Allah (yang artinya), ‘Dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (al-Ḥakīm al-Khabīr)’, maksudnya: ‘Dari sisi Allah, Dzat Yang bijaksana dalam firman dan hukum-Nya, serta Maha Mengetahui akibat dari segala urusan.’” [5]
Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‘dī rahimahullah mengatakan,
العليم، الخبير: وهو الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن، والأسرار والإعلان، وبالواجبات والمستحيلات والممكنات، وبالعالم العلوي والسفلي، وبالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء
“al-‘Alīm, al-Khabīr adalah Dzat yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu yang tampak dan tersembunyi, yang rahasia maupun terang-terangan, yang wajib, mustahil, dan mungkin, mencakup alam atas dan bawah, masa lalu, sekarang, dan yang akan datang — tidak ada yang luput dari-Nya sedikit pun.” [6]
Syekh ‘Abdur Razzāq al-Badr mengatakan, “al-Khabīr bermakna: Dzat yang mengetahui secara mendalam rahasia-rahasia batin, memahami isi hati yang tersembunyi, mengetahui biji-bijian yang tersembunyi di tanah, urusan-urusan yang sangat lembut dan halus, serta partikel yang sangat kecil. Maka nama ini mencakup ilmu tentang hal-hal yang sangat tersembunyi dan sangat kecil, dan tentu lebih-lebih lagi terhadap hal yang tampak dan besar.” [7]
Konsekuensi dari nama Allah “Al-Khabiir” bagi hamba
Penetapan nama “Al-Khabiir” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:
Beriman bahwa al-Khabīr adalah salah satu dari Asmaul Husna
Yaitu bahwa Allah Maha Mengetahui segala urusan yang tersembunyi dan yang tidak tampak, Maha Mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi, tidak ada sedikit pun yang luput dari ilmu-Nya, meskipun sangat kecil dan halus. Sifat ini hanya milik Allah semata, tidak ada satu pun makhluk-Nya yang menyamai-Nya. [8]
Bertakwa kepada Allah dan mengamalkan apa yang Dia cintai
Sesungguhnya Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā adalah al-Khabīr, yang Maha Mengetahui amal perbuatan dan ucapan hamba-hamba-Nya, serta apa yang bergejolak dalam hati mereka — baik berupa kebaikan maupun keburukan. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَفَى بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرَاً بَصِيراً
“Dan cukuplah Tuhanmu sebagai Dzat yang Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-Nya dan Maha Melihat.” (QS. Al-Isrā’: 17)
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita agar bertakwa kepada-Nya, mengerjakan yang Dia cintai, dan menjauhi segala sesuatu yang membuat-Nya murka. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِن تُحْسِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
“Jika kalian berbuat baik dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. An-Nisā’: 128)
Dan firman-Nya,
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Ḥasyr: 18) [9]
Peringatan agar tidak bermaksiat kepada-Nya
Firman Allah,
وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
“Dan jika kalian memutarbalikkan (kesaksian) atau berpaling (tidak memberikan kesaksian), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. An-Nisā’: 135)
Ayat ini adalah peringatan dari maksiat, khususnya dalam konteks tidak menegakkan kesaksian secara adil, yang disebut dengan ‘memutarbalikkan (kesaksian)’, atau menyembunyikannya padahal dibutuhkan, yang disebut dengan ‘berpaling (tidak memberikan kesaksian)’. Kemudian datanglah peringatan dengan firman-Nya,
فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”, maksudnya: Allah mengetahui ketika kalian tidak menegakkan kesaksian, memutarbalikkan kebenaran, atau berpaling darinya dengan menyembunyikan, dan semuanya dicatat oleh Allah untuk dibalas di hari pembalasan. Maka bertakwalah kepada Rabb kalian dalam urusan ini. [10]
Menaati Allah dan Rasul-Nya
Di antara buah dari beriman terhadap nama Allah Al-Khabiir adalah seorang hamba hendaknya menaati Allah dan Rasul-Nya, dan ini merupakan puncak ibadah. Allah berfirman,
… فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“… Maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. An-Nūr: 56) [11]
Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita, untuk senantiasa menjaga amal dan niat, karena tiada satu pun yang tersembunyi dari ilmu-Nya. Aamiin.
***
Rumdin PPIA Sragen, 18 Muharam 1447
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.
An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.
Al-Misy‘ad, Mubarak Abdullah. At-Ta‘liq al-Asna ‘ala Manzhumat Asma’ Allah al-Husna li Ibni ‘Utsaimin wa Mukhtashariha. Cetakan Pertama. Dammam: Dar Ibn al-Jauzi, 1444.
Catatan kaki:
[1] an-Nahj al-Asma, hal. 187
[2] Al-Bayan fi Tasrif Mufradat al-Qur’an ‘ala Hamisy al-Mushaf al-Sharif, hal. 560; dan al-Miṣbāḥ al-Munīr, 1: 162.
[3] Mu‘jam Maqāyīs al-Lughah, hal. 278.
[4] Tafsīr ath-Thabarī, 23: 92.
[5] Tafsīr Ibn Katsīr, 4: 303.
[6] Taisīr al-Karīm ar-Raḥmān, hal. 945.
[7] Fiqh al-Asma’ al-Ḥusnā, hal. 161.
[8] an-Nahj al-Asma, hal. 188.
[9] Disarikan dari an-Nahj al-Asma, hal. 188-189.
[10] an-Nahj al-Asma, hal. 189.
[11] At-Ta‘liq al-Asna, hal. 198.
Artikel asli: https://muslim.or.id/107704-mengenal-nama-allah-al-khabiir.html